Senin, 08 November 2010

Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)

0 komentar
1. LOADING RAMP
Setelah buah disortir pihak sortasi, buah dimasukkan kedalam ramp cage yang berada diatas rel lori. Ramp cage mempunyai 30 pintu yang dibuka tutup dengan sistem hidrolik, terdiri dari 2 line sebelah kiri dan kanan.
Pada saat pintu dibuka lori yang berada dibawah cage akan terisi dengan TBS.
Setelah terisi, lori ditarik dengan capstand ke transfer carriage, dimana transfer carriage dapat memuat 3 lori yang masing – masing mempunyai berat rata-rata 3,3 – 3,5 ton. Dengan transfer carriage lori diarahkan ke rel sterilizer yang diinginkan.
Kemudian diserikan sebanyak 12 lori untuk dimasukan kedalam sterilizer. Pemasukan lori ke dalam sterilizer menggunakan loader.
2. STERILIZER
Sterilisasi adalah proses perebusan dalam suatu bejana yang disebut dengan sterilizer. Adapun fungsi dari perebusan adalah sebagai berikut:
1. Mematikan enzyme.
2. Memudahkan lepasnya brondolan dari tandan.
3. Mengurangi kadar air dalam buah.
4. Melunakkan mesocarp sehingga memudahkan proses pelumatan dan
pengepressan.
5. Memudahkan lepasnya kernel dari cangkangnya.
Proses perebusan dilakukan selama 85 -95 menit. Untuk media pemanas dipakai steam dari BVP (Back Pressure Vessel) yang bertekanan 2,8-3 bar.
Perebusan dilakukan dengan sistem 3 peak ( tiga puncak tekanan). Puncak pertama tekanan sampai 1,5 Kg/cm2, puncak kedua tekanan sampai 2,0 Kg/cm2 dan puncak ketiga tekanan sampai 2,8 – 3,0 Kg/cm2.
Berikut proses perebusan sistem tiga peak :
1. Deaeration dilakukan 2 menit, dimana posisi condensate terbuka.
2. Memasukkan uap untuk peak pertama yang dicapai dalam waktu 10 menit. Biasanya tekanan mencapai 1,2 bar.
3. Uap dan kondensat dibuang sampai tekanan menjadi 0 bar dalam waktu 5 menit.
4. Uap dimasukkan selama 15 menit untuk mencapai tekanan 2 bar.
5. Uap kondensat dibuang lagi selama 3 menit.
6. Kemudian steam dimasukkan lagi untuk mencapai peak ke-3 dalam waktu 15 – 20 menit.
7. Setalah peak ketiga tercapai maka dilakukan penahanan selama 40 – 50 menit.
8. Uap kondensat dibuang selama 5 – 7 menit sampai tekanan 0
3. THRESSER
Setelah perebusan TBS yang telah masak diangkut ke thresser dengan mengggunakan hoisting crane yang mempunyai daya angkat 5 ton. Lori diangkat dan dibalikkan diatas hopper thresser (auto feeder).
Pada stasiun ini tandan buah segar yang telah direbus siap untuk dipisahkan antara berondolan dan tandannya. Sebelum masuk kedalam thresser TBS yang telah direbus diatur pemasukannya dengan menggunakan auto feeder. Dengan menggunakan putaran TBS dibanting sehingga berondolan lepas dari tandannya dan jatuh ke conveyor dan elevator untuk didistribusikan ke rethresser untuk pembantingan kedua kalinya. Thresser mempunyai kecepatan putaran 22 – 25 rpm. Pada bagian dalam thresser, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan berondolan keluar dari thresser. Untuk tandan kosong sendiri didistribusikan dengan empty bunch conveyor untuk didistribusikan ke penampungan empty bunch.
4. STASIUN PRESS
Berondolan yang keluar dari thresser jatuh ke conveyor, kemudian diangkut dengan fruit elevator ke top cross conveyor yang mendistribusikan berondolan ke distributing conveyor untuk dimasukkan dalam tiap-tiap digester. Digester adalah tangki silinder tegak yang dilengkapi pisau-pisau pengaduk dengan kecepatan putaran 25-26 rpm, sehingga brondolan dapat dicacah di dalam tangki ini. Bila tiap-tiap digester telah terisi penuh maka brondolan menuju ke conveyor recycling, diteruskan ke elevator untuk dikembalikan ke digester. Tujuan pelumatan adalah agar daging buah terlepas dari biji sehingga mudah di-press. Untuk memudahkan pelumatan buah, pada digester di-inject steam bersuhu sekitar 90 – 95 °C.
Berondolan yang telah lumat masuk ke dalam screw press untuk diperas sehingga dihasilkan minyak (crude oil). Pada proses ini dilakukan penyemprotan air panas agar minyak yang keluar tidak terlalu kental (penurunan viscositas) supaya pori-pori silinder tidak tersumbat, sehingga kerja screw press tidak terlalu berat. Penyemprotan air dilakukan melalui nozzle-nozzle pada pipa berlubang yang dipasang pada screw press. Kapasitas mesin press adalah 15 ton per jam.
Tekanan mesin press harus diatur, karena bila tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan inti pecah dan screw press mudah aus. Sebaliknya, jika tekanan mesin press terlalu rendah maka oil losses di ampas tinggi.
Minyak hasil mesin press kemudian menuju ke sand trap tank untuk pengendapan. Hasil lain adalah ampas (terdiri dari biji dan fiber), yang akan dipisahkan dengan menggunakan cake breaker conveyor (CBC).
5. STASIUN PEMURNIAN
Minyak yang berasal dari stasiun press masih banyak mengandung kotoran-kotoran yang berasal dari daging buah seperti lumpur, air dan lain-lain. Untuk mendapatkan minyak yang memenuhi standar, maka perlu dilakukan pemurnian terhadap minyak tersebut. Pada stasiun ini terdiri dari beberapa unit alat pengolah untuk memurnikan minyak produksi, yang meliputi : Sand Trap Tank, Vibrating Screen, Crude Oil Tank, Continous Settling Tank (CST), Oil Tank, Purifier, Vacum Dryer, Sludge Oil Tank, Sludge Vibrating Screen, Sludge Centrifuge, Fat Pit, dan Storage Tank.
a. Sand Trap Tank
Minyak hasil mesin press merupakan minyak mentah yang masih banyak mengandung kotoran-kotoran. Minyak tersebut masuk ke sand trap tank untuk mengendapkan partikel-partikel yang mempunyai densitas tinggi. Sand trap tank adalah sebuah bejana yang berbentuk silinder tegak.
b. Vibrating Screen
Minyak bagian atas dari sand trap tank yang masih mengandung serat dan sedikit kotoran dialirkan ke ayakan getar (vibrating screen). Proses penyaringan memakai vibrating screen bertujuan untuk memisahkan padatan, seperti : serabut, pasir, tanah dan kotoran-kotoran lain yang masih terbawa dari sand trap tank. Vibrating yang digunakan adalah double deck vibrating screen, dimana screen pertama berukuran 30 mesh dan screen kedua 40 mesh. Padatan yang tertahan pada ayakan akan dikembalikan ke digester melalui conveyor, sedangkan minyak dipompakan ke crude oil tank.
c. Crude Oil Tank (COT)
Minyak yang keluar dari vibrating screen dialirkan ke crude oil tank untuk ditampung sementara. Pada crude oil tank ini minyak dipanaskan dengan steam melalui sistem pipa pemanas, dan suhu dipertahankan 90-95°C. Dari sini minyak dipompakan ke CST (Continuous Settling Tank).
d. Continous Settling Tank (CST)
Minyak dari COT dipompakan ke CST dimana sebelumnya dilewatkan ke buffer tank agar aliran minyak masuk ke CST tidak terlalu kencang. CST bertujuan untuk mengendapkan lumpur (sudge) berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Di CST suhu dipertahankan 86-90 oC. Minyak pada bagian atas CST dikutip dengan bantuan skimmer menuju oil tank, sedangkan sludge (yang masih mengandung minyak) pada bagian bawah dialirkan secara underflow ke sludge vibrating screen sebelum ke sludge oil tank. Sludge dan pasir yang mengendap didasar CST di-blowdown untuk dibawa ke sludge drain tank .
e. Oil Tank
Minyak dari CST menuju ke oil tank untuk ditampung sementara waktu, sebelum dialirkan ke oil purifier. Dalam oil tank juga terjadi pemanasan (75-80°C) dengan tujuan untuk mengurangi kadar air.
f. Purifier
Di dalam purifier dilakukan pemurnian untuk mengurangi kadar kotoran dan kadar air yang terdapat pada minyak berdasarkan atas perbedaan densitas dengan menggunakan gaya sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 7500 rpm. Kotoran dan air yang memiliki densitas yang besar akan berada pada bagian yang luar (dinding bowl), sedangkan minyak yang mempunyai densitas lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudu-sudu untuk dialirkan ke vacuum drier. Kotoran dan air yang melekat pada dinding di-blowdown ke saluran pembuangan untuk dibawa ke Fat Pit.
g. Vacuum Drier
Minyak yang keluar dari purifier masih mengandung air, maka untuk mengurangi kadar air tersebut, minyak dipompakan ke vacuum drier. Di sini minyak disemprot dengan menggunakan nozzle sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah. Hal ini akan mempermudah pemisahan air dalam minyak, dimana minyak yang memiliki tekanan uap lebih rendah dari air akan turun ke bawah dan kemudian dipompakan ke storage tank.
h. Sludge Tank
Untuk overflow dari tangki ini di alirkan ke drain tank sedangkan under flownya dialirkan ke vibrating screen dan brush strainer atau langsung ke bak transit untuk dipompakan ke sand cyclone. Untuk mempercepat pengendapan lumpur, sludge dipanaskan (80-90oC) dengan menggunakan uap yang dialirkan melalui coil pemanas. Sehingga densitas minyak menjadi lebih rendah dan lumpur halus yang melekat pada minyak akan terlepas dan mengendap pada dasar tangki.
Dari sand cyclone atau brush strainer sludge dialirkan ke balance tank sebagai umpan untuk decanter atau sludge centrifuge.
i. Sludge centrifuge
Sludge centrifuge untuk mengolah sludge. Sludge Centrifuge adalah alat yang digunakan untuk memisahkan minyak yang masih terkandung di dalam sludge, dengan cara pemisahan berdasarkan gaya sentrifugal. Didalam sludge centrifuge ini terdapat bowl yang berputar 1450 rpm, bowl ini berbentuk bintang yang diujungnya terdapat nozzle dengan diameter lubang tertentu dan nozzle ini dapat diganti sesuai keinginan.
Prinsip kerjanya adalah nozzle separator berputar dengan gaya centifugal dimana pemisahannya, fraksi berat ( lumpur, kotoran ) terlempar ke dinding bowl dan fraksi ringan (air dan minyak) akan ketengah. Minyak yang mempunyai densitas lebih kecil akan menuju poros dan terdorong keluar melalui sudu-sudu (paring disk), dan ditampung di reclaimed tank sebelum dipompakan oleh reclaimed oil pump untuk alirkan kembali ke CST. Sedangkan sludge (mengandung air) yang mempuyai densitas lebih besar akan terdorong ke bagian dinding bowl dan keluar melalui nozzle, kemudian sludge keluar melalui saluran pembuangan menuju fat pit.
j. Sludge drain tank
Lapisan bawah dari CST, dan sludge tank pada selang waktu tertentu didrain menuju sludge drain tank. Di sludge drain tank minyak mengalir tenang dan dibiarkan overflow untuk mengalir dan ditampung pada reclaimed tank, dan kemudian dipompakan kembali ke CST untuk kemudian dimurnikan lagi. Sedangkan kotoran dan air dialirkan menuju fat pit.
k. Fat Pit
Sebelum sludge di buang ke kolam pengolahan limbah, terlebih dahulu ditampung di fat pit dengan maksud agar minyak yang masih terbawa dapat terpisah kembali. Di Fat Pit diinjeksikan uap sebagai pemanas untuk mempermudah proses pemisahan minyak dengan kotoran. Minyak yang ada pada permukaan dibiarkan melimpah (overflow). Selanjutnya minyak ditampung pada sebuah bak pada pinggiran kolam fat pit, dan kemudian dipompakan kembali ke sludge drain tank.
l. Storage Tank
Minyak dari vacuum dryer, kemudian dipompakan ke storage tank (tangki timbun), pada suhu simpan 45-55°C. Setiap hari dilakukan pengujian mutu. Minyak yang dihasilkan dari daging buah berupa minyak yang disebut Crude Palm Oil (CPO).
6. STASIUN KERNEL
Pada stasiun ini dilakukan aktifitas pemisahan serabut dari nut, pemisahan inti dari cangkangnya dan juga pengeringan inti. Peralatan yang digunakan di stasiun ini , diantaranya : Cake Breaker Conveyor (CBC), Depericarper, Nut Silo, Ripple Mill, Claybath, dan Kernel Silo.
1. Cake Breaker Conveyor (CBC)
Ampas dari screw press yang terdiri dari fiber dan nut yang masih menggumpal masuk ke CBC. CBC merupakan suatu screw conveyor namun screwnya dipasang palt persegi sebagai pelempar fiber dan nut. CBC berfungsi untuk mengurai gumpalan fiber dengan nut dan membawanya ke depericarper.
2. Depericarper
Depericarper adalah alat untuk memisahkan fiber dengan nut. Fiber dan nut dari CBC masuk ke separating column. Disini fraksi ringan yang berupa fiber dihisap dengan fibre cyclone dan di tampung dalam hopper sebagai bahan bakar pada boiler. Sedangkan fraksi berat berupa nut turun ke bawah masuk ke polishing drum.
3. Nut Polishing Drum
Nut polishing drum berupa drum berlubang-lubang yang berrputar. Akibat dari perputaran ini terjadi gesekan yang mengakibatkan serabut yang masih menempel pada nut terkikis dan terpisah dari nut. Nut jatuh, selanjutnya nut diangkut oleh nut conveyor dan destoner (second depericarper) untuk memisahkan batu dan benda – benda yang lebih berat dari nut seperti besi. Nut yang terbawa ke atas jatuh kembali di dalam air lock dan di tampung oleh nut elevator untuk dibawa ke dalam nut silo.
4. Nut Silo
Fungsi dari alat ini sebagai tempat penampungan nut, hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar air sehingga lebih mudah dipecah dan inti lekang dari cangkangnya.
5. Ripple Mill
Biji dari nut silo masuk ke ripple mill untuk dipecah sehingga inti terpisah dari cangkang. Biji yang masuk melalui rotor akan mengalami gaya sentrifugal sehingga biji keluar dari rotor dan terbanting dengan kuat yang menyebabkan cangkang pecah. Setelah dipecahkan inti yang masih bercampur dengan kotoran-kotoran di bawa ke kernel grading drum.
6. Kernel Grading Drum
Pada kernel grading drum ini di saring antara nut,shell dan kotoran dengan nut yang belum terpecahkan. Untuk nut shell dan kotoran lolos dari saringan dibawa ke LTDS. Sementara untuk nut atau yang tertahan dikembalikan ke nut conveyor.
7. Light Tenera Dry Separator (LTDS)
Pada bagian ini akan terjadi pemisahan dimana fraksi-fraksi yang lebih ringan akan dihisap oleh LTDS cyclone. Fraksi-fraksi yang ringan di hisap yang terdiri dari cangkang dan serabut akan di bawa ke shell hopper melalui fibre and shell conveyor. Inti dan sebagian cangkang yang belum terpisahkan, dipisahkan lagi pada clay bath.
8. Clay Bath
Clay bath adalah alat pemisahan Inti dengan cangkang. Proses pemisahan ini secara basah yang menggunakan larutan CaCO3 dan air dengan ukuran partikel CaCO3 lolos mesh 400. Clay bath berfungsi sebagai larutan pemisah antara kernel dan cangkang berdasarkan berat jenis. Berat jenis Kernel basah = 1,07 dan berat jenis cangkang = 1,15 – 1,20, maka untuk memisah kernel dan cangkang tersebut dibuat larutan dengan berat jenis = 1,12. Bagian yang ringan akan mengapung dan bagian yang berat akan tenggelam. Inti yang merupakan fraksi ringan akan dibawa ke kernel silo untuk disimpan dengan suhu tertentu.
9. Kernel Silo
Inti yang masih mengandung air, perlu dikeringkan sampai kadar air 7%. Inti yang berasal dari pemisahan di clay bath melalui top wet kernel conveyor didistribusikan ke dalam unit kernel silo untuk dilakukan proses pengeringan. Pada kernel silo ini inti akan dikeringkan dengan menggunakan udara panas dari steam heater yang dihembuskan oleh Fan kernel silo ke dalam kernel silo. Pengeringan dilakukan pada temperatur 60-80°C selama 4-8 jam. Kernel yang telah dikeringkan ini dibawa ke kernel bulk silo melalui dry kernel transport fan.

sumber:

Industri Kelapa Sawit (PKS

0 komentar
Penyedia segala perlengkapan industri kecil, menengah dan besar

Industri Kelapa Sawit (PKS)

Industri Kelapa SawitIndonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya kebutuhan CPO dunia, seperti yang terjadi beberapa bulan terahir ini.
Dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia, menjadikan CPO sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi.
Peluang industri pengolahan kelapa sawit (PKS) masih sangat prospek untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri.
Dengan didukung tenaga ahli yang berpengalaman puluhan tahun di bidang industri pengolahan kelapa sawit, kami menawarkan Jasa Pembangunan Industri Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) secara komprehensif (turn key) mulai konstruksi pabrik, mesin pengolahan sampai dengan instalasi pengolahan limbah.
- Produk yang dihasilkan : CPO
- Bahan Baku : Kelapa Sawit.
- Kapasitas Bahan Baku : mulai 1 ton/jam,5 ton/jam,30 ton/jam, 60 ton/jam, atau sesuai permintaan
Gambar Alat dan Proses Pengolahan CPO (dari Kelapa Sawit Menjadi CPO)
KAPASITAS 30T/24 Jam

1. PALM FRUIT STRIPPER
PALM FRUIT STRIPPER Mesin ini berfungsi memisahkan buah-buahan sawit dari tandan sawit. Pemisahan buah-buahan sawit dengan tangan membutuhkan tenaga yang sangat besar.Tetapi dengan bantuan mesin ini memisahkan buah sawit menjadi lebih mudah dengan proses mekanikal sederhana.
Alat ini terdiri dari suatu lempeng-lempeng melengkung yang disusun dengan jarak tertentu dan diikat satu sama lain membentuk suatu sangkar dan didalamnya terdapat tangkai-tangkai pemukul yang dipasang pada sumbu yang berputar.
Tandan dijatuhkan pada bagian ujung atas penebah dan dipukul turun sambil diputar oleh ujung tangkai pemukul hingga turun. Buah akan terpisah dan turun melalui lubang bawah pada sisi yang lain.
Mesin ini mampu merontokkan buah yang disterilisai sebaik yang belum disterilisai dengan sama efektifnya. Kapasitas stripper adalah 2-3 ton per jam. Sehingga satu mesin mampu melayani 2 expeller.
2. OIL EXPELLER dan KETEL PEMASAK
Oil ExpellerBuah sawit diumpankan ke dalam ketel pemasak yang menggunakan steam dari boiler sebagai sumber panas. Steam dialirkan melalui jaket tangki pemasak. Steam sebagian juga dimasukkan langsung ke dalam ketel pemasak sehingga buah sawit lunak dan semua selnya siap mengeluarkan minyak. Proses ini tidak membutuhkan sterilisasi terpisah, karena sudah dilakukan di ketel pemasak. Buah sawit yang telah dimasak diumpankan ke kotak pelumat yang berada di bawah ketel pemasak.
Tungkai expeller akan mendorong ke dalam ruang pelumat. Minyak yang keluar akan melalui celah dan jatuh ke bawah. Campuran biji sawit dan serat akan keluar dari samping. Kapasitas ekpeller adalah 400 kg buah per jam.
3. PEMISAH SERAT dan BUAH SAWIT
PEMISAH SERAT dan BUAH SAWITCampuran biji sawit dan sabut merupakan produk samping expeller. Pemisahan biji dari sabut menggunakan alat ini yang dioperasikan manual. Alat ini berupa silinder yang berupa saringan. Sabut akan menembus saringan dan jatuh ke bawah sedangkan biji akan keluar pada ujung silinder. Sabut digunakan sebagai bahan bakar boiler sedangkan biji dijual atau di pecah dan diambil minyak kernelnya.
4. OIL CLARIFIER
Minyak sawit yang didapatkan dari expeller masih berupa minyak kental karena mengandung partikel padat yang berwujud seperti lumpur dan susah dipisahkan dari minyak. Berbagai metoda telah digunakan oleh banyak ilmuwan untuk memisahkan padatan dari minyak, tetapi cara yang paling efektif adalah menambahkan banyak air pada minyak. Penambahan ini akan memisahkan minyak bening ke atas dan air bersama kotoran ke bawah.
Alat berupa dua silinder, dengan satu silinder lebih kecil berada di dalam silinder yang lebih besar. Minyak dimasukkan kedalam silinder yang besar melalui bagian bawahnya. Minyak beningan akan naik ketas, seiring penambahan minyak ke dalam silinder besar. Minyak bening dari silinder besar selanjutnya mengisi silinder kecil dan dikeluarkan melaui bagian bawah silinder kecil. Minyak ini kemudian dipanaskan untuk mengurangi kadar air dan didapatkan CPO.
5. FILTER PRESS
FILTER PRESSFilter press berguna untuk menjernihkan minyak yang telah keluar dari Oil Clarifier. CPO akan dipompa melalui filter press dan menghasilkan minyak sawit bening.
6. BOILER
BOILERBoiler digunakan sebagai pembuat steam yang merupakan sumber panas untuk ketel pemasak. Boiler yang dibuat dapat menggunakan sabut sebagai bahan bakarnya sehingga dapat menghemat penggunaan Bahan bakar minyak.





sumber:http://anekaindustri.com/industri-kelapa-sawit-pks.html

Sawit Tak Lagi Dapat Kredit Karbon

0 komentar
AMSTERDAM - Dewan Eksekutif Clean Development Mechanism (CDM) memutuskan untuk tidak lagi memberi dukungan insentif kepada perkebunan kelapa sawit yang dibangun di lahan gambut.
Menurut mereka, pembiayaan karbon (carbon finance) telah salah sasaran, sebab subsidi dipakai untuk konversi lahan gambut menjadi kebun sawit. Aktivitas tersebut yang bertujuan memproduksi bahan bakar rendah emisi, biodiesel, dikatakan justru menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih besar serta berdampak pada perubahan iklim ketimbang menggunakan bahan bakar fosil.
Marcel Silvius dari Wetlands International memberikan pernyataan atas keputusan dewan CDM merevisi metodologi pemberian insentif. “Dengan keputusan ini maka tidak ada lagi pemberian insentif yang salah untuk pengembangan perkebunan di lahan gambut,” ungkap dia seperti dilansir mongabay.com. q Fitri

sumber:http://www.infosawit.com/index.php?option=com_content&view=article&id=155:sawit-tak-lagi-dapat-kredit-karbon-&catid=66:berita-lintas

Kamis, 21 Oktober 2010

8 April 2010: Unilever memperjelas posisinya pada PT SMART

0 komentar
8 April 2010: Unilever memperjelas posisinya pada PT SMART
Laporan yang beredar tanggan 7 April 2010 tentang status hubungan dagang antara Unilever dengan PT SMART bukanlah refleksi yang akurat untuk posisi Unilever.
Komitmen satu-satunya Unilever dalam level ini adalah untuk mempertimbangkan ulang keputusan yang diambil pada bulan Desember 2009 terkait PT SMART, saat PT SMART menyediakan respon lengkap terkait tuduhan yang ditujukan pada mereka.
Keputusan Unilever untuk menunda pembelian kelapa sawit dari PT SMART dipicu oleh tuduhan serius yang ada untuk perusahaan itu. Unilever telah menjelaskan pada PT SMART beban bukti yang ada pada mereka. Mereka perlu untuk menyediakan bukti yang bisa dijelaskan bahwa tuduhan melawan mereka tidaklah benar atau mendemonstrasikan bahwa mereka telah melakukan tindakan pada kesalahannya dan meyakinkan bahwa mereka tidak akan lagi dipersalahkan atas perluasan pada hutan konservasi atau ladang gambut untuk perkebunan mereka.
Marc Engel, Chief Procurement Officer dari Unilever, mengatakan: “Saya telah melihat sedikit contoh untuk menyarankan bahwa PT SMART punya niatan yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan penting yang perlu untuk memberikan keyakinan melanjutkan hubungan dagang. PT SMART memilik waktu tiga bulan untuk merespon permintaan Unilever untuk melakukan audit. Bahkan saat ini, mereka tengah menunjuk ahli independen untuk mengawasi auditnya. Untuk kepentingan yang lebih luas pada industri kelapa sawit di Indonesia, saya dengan tulus mengharapkan kesuksesan mereka. Tetapi untu saat ini, kita tunggu saja hasil dari audit itu. Kami perlu bukti-bukti yang bisa dijelaskan oleh pengaudit independent yang diawasi oleh ahli-ahli yang terkemuka – itu lah yang diperlukan.”

Perlu Kolaborasi Kembangkan IHKS

0 komentar
BOGOR - Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, sudah sepantasnya mengembangkan industri hilir kelapa sawit (IHKS) yang menghasilkan beragam produk unggulan dunia. Namun, agar IHKS dapat mengadopsi teknologi secara cepat, diperlukan kolaborasi riset antara perguruan tinggi, lembaga litbang dan dunia industri.
Demikian pemaparan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Erliza Hambali, dalam orasi ilmiah Peran Teknologi Proses Agroindustri dalam Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB, pertengahan September lalu.
Erliza mengungkapkan, IHKS memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia kebutuhan pokok masyarakat dan bahan baku industri, penghasil devisa, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional.
Saat ini Indonesia hanya mengolah 55% minyak sawit produksi nasional, sementara sisanya diekspor mentah. Padahal, produk derivatif kelapa sawit punya nilai tambah tinggi untuk meningkatkan perolehan devisa dan kesejahteraan masyarakat. Maka, dibutuhkan strategi untuk mengembangkan industri hilir, selain sinergisitas dan dukungan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.
Daya saing IHKS nasional mutlak dilakukan, karena masih lemahnya daya saing Indonesia, rendahnya jumlah anggaran dan belanja litbang nasional, serta masih kurangnya publikasi ilmiah dan paten hasil peneliti.

sumber: http://infosawit.com/index.php?option=com_content&view=article&id=154:perlu-kolaborasi-kembangkan-ihks-&catid=66:berita-lintas

Rabu, 20 Oktober 2010

0 komentar
Munculnya moratorium konversi hutan alam dan lahan gambut sebagai kesepakatan pemerintah Indonesia dan Norwegia, berimplikasi pada pengembangan perkebunan kelapa sawit kedepan, terutama bagi pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh petani.
Semenjak Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit (CPO) dunia di tahun 2006 yang lalu, permintaan produk olahan kelapa sawit Indonesia terus meningkat. Sayangnya masih banyak upaya sungguh-sungguh yang mesti dilakukan oleh para produsen kelapa sawit nasional, misalnya meningkatkan produktivitas kelapa sawit, yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah stakeholder sawit, terutama para petani sawit mandiri.
Padahal diversifikasi produk olahan kelapa sawit sangat beragam dengan pangsa pasar yang masih terbuka lebar. Bahkan dari tahun ke tahun permintaan pasar terhadap produk olahan kelapa sawit terus menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kondisi tersebut didorong oleh permintaan minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biofuel), kendati masih terkendala oleh regulasi di Eropa yang mencoba menahan laju penjualan CPO untuk bahan bakar nabati ini.
Menanggapi permintaan pasar CPO yang sangat besar, tidak salah bila pemerintah mencanangkan peningkatan produksi CPO nasional hingga mencapai 40 juta ton di 2020. Namun demikian, ambisi peningkatan produksi CPO yang signifikan di atas memunculkan kampanye negatif yang menuduh bahwa kelapa sawit adalah biang keladi terjadinya perubahan iklim.
Tidak hanya itu saja, bila ditilik lebih jauh kampanye negatif di atas lebih ditujukan pada isu perusakan hutan dan pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit. Banyak pihak di dalam negeri yang merasa bahwa kampanye negatif di atas sangat bernuansa perusakan citra terhadap pengembangan kelapa sawit di Indonesia.
Isu negatif yang kerap dihembuskan oleh negara-negara maju pada pengem-bangan kelapa sawit Indonesia, juga masih belum jelas apakah memang benar-benar untuk melindungi dunia dari ancaman perubahan iklim atau hanya sekedar untuk mempertahankan kepentingan negara-negara maju tersebut.
Tetapi yang sering menjadi pertanyaan besar dari para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional adalah adanya komitmen dari pemimpin Indonesia yang berjanji akan mengurangi laju pemanasan global dengan cara mengurangi pengeluaran emisi karbon hingga 26%. Padahal tidak ada negara lain yang mau berjanji mengurangi emisi karbon setinggi Indonesia.
Komitmen di atas diketahui telah masuk kedalam kesepakatan global tentang perubahan/pemanasan iklim, yang ditandatangani Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemerintah kerajaan Norwegia di Oslo pada acara Konferensi Tingkat Tinggi tentang perubahan iklim, dengan kesepakatan tidak akan membuka lahan kelapa sawit baru di areal hutan dan lahan gambut pada 2011 sampai 2013.
Dengan kesepakatan tersebut Pemerintah Indonesia dituntut untuk melakukan moratorium (jeda buka lahan baru) selama dua tahun guna secara signifikan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dari dampak deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.
Keputusan politik yang diambil pemerintah di atas ternyata menuai banyak kritik, karena tidak banyak pihak yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama stakeholder kelapa sawit, apalagi keputusan tersebut dianggap belum jelas manfaat ekonominya bagi Indonesia.
Bila kebijakan di atas lebih diakibatkan untuk menanggapi adanya isu negatif maka keputusan di atas sifatnya tidak adil, sebab lahan kelapa sawit yang ada di Indonesia hanya sekitar 7,3 juta ha, sementara total luasan hutan di Indonesia mencapai 120 juta ha. Selain itu kinerja produktif kelapa sawit jauh lebih baik dari kedelai, kanola, atau tanaman-tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Dengan demikian, munculnya kesepakatan atau LoI tersebut menyebab-kan ketidakjelasan bagi progam pe-ngembangan kelapa sawit untuk dua tahun kedepan, sehingga penjelasan dan kepastian implementasi LoI seyogyanya segera diinformasikan. Tetapi yang paling penting ialah stakeholder sawit nasional harus dapat bekerjasama secara sinergis dengan erat agar LoI ini tidak merugikan kepentingan Indonesia.
Selain itu, hadirnya LoI di atas juga menunjukkan tidak konsistennya pemerintah dalam menyusun suatu kebijakan. Di satu sisi pemerintah meng-inginkan peningkatan produksi CPO hingga mencapai 40 juta ton untuk sepuluh tahun kedepan, tetapi di sisi lain setuju untuk tidak memperbolehkan adanya pembukaan lahan baru, tetapi yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, perlu ada konsensus yang cerdas dari para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional untuk mengoptimasi produksi dengan langkah-langkah yang efektif, efisien dan berkelanjutan.
Penerapan konsensus moratorium ini juga sangat berpotensi untuk menimbulkan efek domino, diantaranya mematikan perkembangan kemitraan perusahaan perkebunan sawit dengan para petani dalam pengembangan program inti-plasma. Bila sampai hal itu terjadi maka otomatis kesempatan masyarakat untuk memperluas penanaman pohon kelapa sawit mungkin tertutup. Oleh karena itu, jalan tengah yang dapat diambil adalah pemerintah seyogyanya semakin intensif mengkampanyekan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), sebagai sebuah aturan yang perlu ditegakkan, yang dapat menepis tekanan kampanye negatif.
Pemerintah juga harus menyediakan program penyuluhan dan pendampingan implementasi ISPO untuk para petani kelapa sawit, terutama para petani mandiri. Selain itu pemerintah juga harus mulai melancarkan strategi kebijakan pengembangan industri nasional berbasis kelapa sawit. Caranya adalah dengan mempercepat peningkatan kapasitas sumber daya manusia, terutama para petani plasma dan petani mandiri, serta mengembangkan kewirausahaan berbasis rantai pasok dan rantai nilai kelapa sawit.
Pemerintah juga dihimbau untuk secepatnya meningkatkan modal sosial masyarakat perkelapa-sawitan nasional melalui desentralisasi, kerjasama kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk diantaranya melalui perbaikan infrastruktur, pembangunan kapasitas sektor agribisnis/agroindustri, penerapan kebijakan teknologi informasi dan komunikasi serta penyertaan petani sebagai petani plasma.
Selain itu komitmen melakukan revitalisasi produktivitas perkebunan sawit seyogyanya juga dilakukan melalui kegiatan litbang dan diversifikasi produk, dengan cara memperbaiki berbagai faktor investasi dalam teknologi informasi dan komunikasi, serta mendirikan Pusat-Pusat Fasilitasi Asistensi untuk masyarakat atau Community Assistance Facilitation Centers.
Di dalam Pusat Fasilitasi Asistensi perlu disusun program peningkatan kinerja litbang serta perbaikan fasilitas pengolahan dan penanganan pasca panen kelapa sawit secara komprehensif. Penguatan di atas akan mampu mendukung sistem agribisnis/agroindustri kelapa sawit yang kompetitif dan efisien, serta memperbaiki viabilitas klaster industri kelapa sawit di pedesaan secara berkelanjutan.
Para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional juga harus mampu mendorong pertumbuhan produktivitas ekonomi non-budidaya di pedesaan, tetapi tetap terkait dengan industri kelapa sawit. Hal itu penting untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dengan melaksanakan panduan ISPO. Selain itu, perlu juga dibangun kapasitas keahlian manajerial, teknis dan jasa di semua level, dan memperhatikan kepentingan para petani plasma kelapa sawit.
Cara berbudidaya kelapa sawit ramah lingkungan yang dilakukan oleh petani sudah seyogyanya ditingkatkan, apalagi perkebunan kelapa sawit Indonesia tidak hanya didominasi satu golongan yakni pihak swasta saja, karena para petani sawit mandiri pun memiliki porsi besar dalam pengembangan industri kelapa sawit nasional.
Bila semua isu-isu positif dalam budidaya dan pengelolaan sistem budidaya perkebunan kelapa sawit nasional dapat diinformasikan ke seluruh pelosok dunia, maka gelombang isu negatif akan dapat ditepis, dan semua pihak dapat merasakan manfaatnya dari hasil perkebunan kelapa sawit nasional. Komoditas kelapa sawit telah terbukti memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, serta menjadi sektor yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga koordinasi kinerja, termasuk kampanye positif harus dilakukan secara sinergis, terkoordinasi dengan baik, dan dilakukan secara berkelanjutan.

Kelompok Bank Dunia Mendiskriminasikan Sawit

0 komentar
JAKARTA – Pertemuan World Bank Group Palm Oil Strategic Framework Consultations  yang diselenggarakan Bank Dunia dan International Finance Corporation (IFC) pada awal September lalu, sangat mengecewakan kalangan pemangku kepentingan kelapa sawit nasional antara lain pemerintah, pengusaha dan petani. Lewat pertemuan ini, kelompok Bank Dunia  menyusun ulang strategi peminjaman sektor kelapa sawit di negara-negara anggotanya. Untuk itu, kebijakan moratorium pinjaman diberlakukan kelompok Bank Dunia terhadap industri kelapa sawit sebagai akibat tekanan pihak NGO.
Dalam draf Bank Dunia yang kini tengah disusun berjudul The World Bank Group’s Framework for Engagement in The Palm Oil, ada tujuh kelemahan yang dicatat oleh Gapki. Pertama, Bank Dunia menggunakan data LSM di dalam draf tersebut, yang menuduh kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi, emisi karbon dan hilangnya keanekaragaman hayati. Semestinya, Bank Dunia harus membuktikan kebenaran data yang berlaku untuk beberapa kasus, tanpa menggeneralisasi semua permasalahan kepada industri sawit nasional. 
Kedua, persepsi mengenai definisi deforestasi semestinya diperjelas karena ada perbedaan antara kelompok Bank Dunia dan regulasi pemerintah Indonesia. Di Indonesia, pemerintah melegalkan penggunaan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan sawit melalui Areal Penggunaan Lain (APL). Ketiga, aspek lingkungan yang berkelanjutan (sustainability) lebih dititikberatkan kepada aktivitas produksi sawit di perkebunan (hulu) dengan mengambil contoh prinsip dan kriteria RSPO. Padahal, masalah sustainability merupakan tanggung jawab keseluruhan rantai suplai CPO mulai dari produksi, pengolahan dan retail.
Keempat, draf strategi ini mengabaikan masalah proteksi yang kini diberlakukan negara-negara Eropa melalui aturan Renewable Energy Directive (RED). Kebijakan ini berdampak menghambat penjualan minyak sawit ke Uni Eropa sebagai bahan baku biodiesel. Maka petani kelapa kelapa sawit dari negara berkembang akan dirugikan karena penjualan TBS-nya akan tergangggu.
Kelima, Bank Dunia berencana mengikutsertakan petani sawit ke dalam skema sertifikasi RSPO. Masalahnya, karakteristik petani sawit di tiap negara sangatlah berbeda maka sangat sulit untuk memakai prinsip dan kriteria RSPO bagi petani. Selain itu, draf ini tidak membahas bagaimana caranya membantu petani untuk meningkatkan produktivitas yang menjadi kelemahan mendasar budidaya sawit di tingkatan rakyat.
Keenam, keinginan Bank Dunia memperkuat kelembagaan RSPO serta membantu anggotanya untuk mendapatkan sertifikat RSPO, menjadi pertanyaan. Lantaran, kredibilitas RSPO sedang digugat  oleh anggotanya sendiri terutama produsen sawit. Mengingat, forum meja bundar ini lebih banyak mengakomodasi kepentingan NGO dan konsumen dari negara maju.
Ketujuh, tidak berjalannya perdagangan minyak sawit bersertifikat atau Certified Sustainable of Palm Oil (CSPO) ternyata kurang mendapatkan perhatian dari Bank Dunia. Seandainya, Bank Dunia ingin mempersyaratkan sertifikasi RSPO dimasukkan ke dalam persyaratan pinjaman. Maka, Bank Dunia harus mempertimbangkan kesulitan kalangan produsen untuk menjual CSPO.
Selain itu, Gapki melihat adanya kebijakan diskriminatif dari Bank Dunia kepada sektor kelapa sawit. Lantaran, persyaratan peminjaman tidak diberlakukan kepada komoditi minyak nabati lain seperti kedelai.
Padahal kelapa sawit terbukti berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang, di mana menurut Bank Dunia total tenaga kerja yang terserap di perkebunan sawit mencapai 6 juta orang. Keuntungan lain perkebunan kelapa sawit, seperti diuraikan Bank Dunia bahwa sektor ini berdampak positif kepada peningkatan kesejahteraan petani dan ada manfaat sosial dari investasi sawit seperti jalan raya, sekolah, kesehatan dan tumbuhnya pekerjaan baru.
Walaupun, kelompok Bank Dunia menghentikan sementara pinjamannya kepada pelaku sawit nasional, tetapi tindakan ini diyakini tak akan mengganggu laju pertumbuhan bisnis kelapa sawit. Pasalnya, perbankan nasional memiliki komitmen kuat untuk membiayai sektor kelapa sawit yang tetap tumbuh positif tiap tahun.